PELESTARIAN TERUMBU KARANG DENGAN METODE BIOROCK DAN PARIWISATA DI DESA PEMUTERAN
PENDAHULUAN
Berdasarkan data tahun 2018 dari International
Union for Conservation Nature (IUCN) mengenai daftar merah spesies hewan yang
terancam punah yaitu, amphibians 40%,
mammals 25%, conifers 34%, birds 14%, sharks and
rays 31%, reef corals 33%, selected crustaceans 27%. Ada beberapa penyebab dari terjadinya hal
tersebut. Populationmatters.org menyebutkan
bahwa ada 6 penyebab kepunahan masal, kehilangan habitat, eksploitasi yang berlebihan,
intensifikasi pertanian, perubahan iklim, polusi, serbuan spesies.
Pada tahun 2014-2015 silam Indonesia cukup
terkena dampak dari fenomena El Nino. El Nino adalah anomali iklim di Pasifik
Selatan. Fenomena ini terjadi antara pesisir barat Amerika Latin dan Asia
Tenggara, namun efeknya bisa dirasakan ke seluruh penjuru dunia dan seringkali
berujung pada bencana alam. Umumnya saat fenomena ini terjadi suhu air laut
akan meningkat dan menyebabkan terumbu karang tidak dapat bertahan hidup dan
banyak ikan-ikan yang tidak mendapatkan makanan kemudian pindah ketempat lain
yang memeiliki terumbu karang lebih baik sebagai produsen makanan mereka.
Padahal terumbu karang adalah salah satu unsur yang cukup vital dalam kehidupan
bawah laut dan cukup rentan akan perubahan terutama perubahan suhu air laut.
Karena terumbu karang adalah sekumpulan dari hewan karang yang melakukan
simbiosis dengan sejenis tumbuhan alga yang disebut dengan zooxanthellae.Terumbu karang termasuk jenis filum Cnidaria kelas Anthozoa yang mempunyai tentakel-tentakel. Koloni terumbu karang
ini terbentuk oleh ribuan hewan kecil yang dinamakan polip. Hewan ini memiliki
warna yang beragam dan juga menghasilkan CaCO3 (kalsium karbonat).
Terumbu karang adalah ekosistem laut yang paling beragam. Mereka dipenuhi
dengan kehidupan, karena terumbu karang tersebut merupakan penghasil makanan
dan juga sebagai tempat berlindung bagi hewan-hewan laut mulai dari yang
berukuran kecil hingga hewan laut yang berukuran besar. Saat terumbu karang
dianggap hanya mencangkup sebagian kecil (kurang dari satu persen) dari
permukaan laut dan kurang dari dua persen dari dasar laut. Karena
keanekaragamannya, terumbu karang disebut sebagai hutan hujan laut. Keragaman biota laut yang terdapat di wilayah
perairan laut Indonesia begitu tinggi. Mulai dari ikan, moluska, krustasea,
alga sampai dengan karang kesemuanya ditemukan di perairan laut Indonesia
dengan jenis yang sangat beragam. Salah satu bukti tingginya keanekaragaman
biota laut di Indonesia adalah dengan terbentuknya Coral Triangle Initiative
(CTI) dan Indonesia termasuk didalamnya bersama beberapa negara lain seperti
Malaysia, Filipina, Timor Leste, dan Papua New Guinea. Lebih dari 500 jenis
karang hidup di perairan Indonesia, khususnya di perairan laut wilayah timur
Indonesia.
Banyak manfaat dari adanya terumbu karang karena
tidak hanya sebagai hiasan untuk mempercantik lautan tetapi memiliki banyak
manfaat seperti manfaat secara ekologis, manfaat secara ekonomis, dan manfaat
secara sosial. Manfaat terumbu karang secara ekologis adalah sebagai penunjang
kehidupan, sumber keanekaragaman hayati, pelindung pantai dan pesisir, dan
mengurangi pemanasan global. Manfaat terumbu karang secara ekonomis adalah
sebagai sumber makanan karena terumbu karang sebagai tempat hidup biota-biota
laut, sebagai objek wisata, sumber mata pencaharian, dan sebagai sumber bibit
budidaya. Secara sosial adalah sebagai penunjang kegiatan pendidikan dan
penelitian dan sarana rekreasi masyarakat. Begitu banyaknya manfaat yang bisa
didapat dengan lestarinya terumbu karang namun anomali iklim yang terjadi yaitu
El Nino menyebabkan Indonesia terutama Organisasi Pelestarian Karang yaitu
Yayasan Karang Lestari sangat merasakan dampak tersebut dikarenakan >50%
terumbu karang yang sudah berhasil mereka kembangkan dengan metode biorock
harus mati. El nino yang terjadi di Indonesia pada tahun tersebut merupakan
yang terlama menurut staff Biorock yaitu sekitar satu tahun.
Sumber: http://www.ourenvironment.info/coralcalamity.html
Ini
adalah gambar ilustrasi dari terumbu karang yang memutih (mati) akibat dari
perubahan dari temperatur aut, polusi, terau sering terpapar matahari, dan
dalam posisi yang terlalu dangkal. Selain dari 4 hal tersebut bisa juga
disebabkan oleh hewan predator karang. Contoh predator karang adalah Crown of
Thorn (sejenis bintang laut namun berduri dan beracun), Drupella (sejenis keong
dan berukuran kecil), Kepiting (berwarna merah/ hitam cenderung gelap, berbulu,
dan bermata putih). Untuk mengetahui karang yang sudah mati bisa diketahui
secara kasat mata yaitu warna yang mulai memutih dan bisa juga dengan cara
meraba ujung-ujung karang atau biasa disebut polip apakah masih berlendir atau
tidak.
Sumber:http://www.livingoceansfoundation.org/science/crown-of-thorns-starfish/
Gambar
diatas adalah Crown of Thorns Starfish yaitu sejenis bintang laut yang berduri
dan beracun. Menurut pengalaman dan informasi dari staff Biorock Indonesia
bahwa hewan ini adalah predator karang yang dapat memakan karang (membuat
karang mati) sebanyak 1m2 hanya dalam waktu 1 malam saja.
Sumber: DokumenPribadi/ PanduDwi
Gambar
diatas adalah Drupella. Sejenis keong dan berukuran kecil yang merupakan salah
satu predator karang.
Sumber: DokumenPribadi/ PanduDwi
Gambar
diatas adalah sebuah kepiting yang juga termasuk dalam kategori predator
karang. Tidak mudah untuk menemukan hewan ini karena hewan ini berada
disela-sela karang dan membutuhkan usaha kebih untuk menemukan dan juga
memindahkan hewan ini.
TINJAUAN PUSTAKA
Menurut
UU no.10 tahun 2009 yang dimaksud dengan pariwisata adalah segala macam
kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta laanan yang disediakan
oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan pemerintah daerah. Sebagai suatu
aktivitas, pariwisata telah menjadi bagian penting dari kebutuhan dasar
masyarakat baik di negara maju maupun di negara berkembang. Pariwisata semakin
berkembang sejalan perubahan-perubahan sosial, budaya, ekonomi, teknologi, dan
politik. Runtuhnya sistem kelas dan kasta, semakin meratanya distribusi
sumberdaya ekonomi, ditemukannya teknologi transportasi telah mempercepat
mobilitas amnusia antar daerah, negara, dan benua, khususnya dalam hal
pariwisata.
Pada
zaman sekarang ini pariwisata banyak sekali macamnya. Pariwisata berbasis
budaya, pariwisata berbasis alam, pariwisata buatan manusia. Banyak isu
ekploitasi sumberdaya baik sumberdaya alam maupun sumberdaya manusia membuat
sebuah terobosan dan mucullah gagasan yaitu pariwisata berkelanjutan atau sustainable tourism. Daalm buku
Perencanaan Ekowisata karya Janianton D & Helmut F. Weber pengertian dari sustainable tourism menurut Komisi
Brundtland (1987) yaitu pengembangan berkelanjutan sebagai development which meets the needs of the present withut compromising
the ability of future generations to meet their own needs. Sebelom
diadakannya Rio Summit 1992 ide-ide
dan ketertarikan untuk mengembangkan pariwisata yang berkelanjutan sudah banyak
disuarakan. Dengan sebuah laporan pertama mengenai konsep penegmbangan yang
berkelanjutan yaitu “World Conservation
Strategy” pada 1980 yang dipublikasikan oleh International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources.
Pada tahun 1987 “The World Commision
on Environment and Development mempublikasikan “Our Common Future” atau yang biasa dikenal sebagai Brundtland Report. Laporan tersebut berasal dari sebuah ide
yang kuat yaitu “Kita tidak mewarisi bumi ini dari nenek moyang kita, teteapi
kita meminjamnya dari anak cucu kita (Murphy, 1994). Hingga pada akhirnya pada
tahun 1992 hal tersebut di deklarasikan dalam Rio Summit 1992 dan Agenda 21
dengan mengangkat isu mengenai pemanasan global dan kabut bercampur asap.
Bagan konsep the
relationship between sustainable
tourism and other terms
Sumber:
Sustainable Tourism Management
(J.Swabrooke:Page 14)
Salah
satu dari jenis pariwisata yang berada di dalam sustainable tourism dan cocok dengan Desa Pemuteran adalah ecotourism. Ecotourism dalam deklarasi Quebec secara spesifik disebutkan bahwa
ekowisata merupakan suatu bentuk wisata yang mengadopsi prinsip-prinsip
pariwisata berkelanjutan yyang memebedakannya dengan bentuk wisata lain. Di
dalam praktik hal itu terllihat dalam bentuk kegiatan wisata yang: a. Secara
aktif menyumbang kegiatan konservasi alam dan budaya; b. Melibatkan masyarakat
lokal dalam perencanaan, pengembangan, dan pengelolaan wisata serta memberikan
sumbangan positif terhadap kesejahteraan mereka; c. Dilakukan dalam bentuk
wisata independen atau diorganisasi dalam bentuk kecil (UNEP, 200; Heher,
2003). Dengan kata lain ekowisata adalah bentuk industri pariwisata berbasis
lingkungan yang memberikan dampak kecil bagi kerusakan alam dan budaya lokal
sekaligus menciptakan peluang kerja dan pendapatan serta membantu kegiatan
konservasi alam itu sendiri (Panos, dikutip oleh Ward, 1997).
Berikut
beberapa prinsip ekowisata (TIES, 2000), yakni:
a. Mengurangi
dampak negatif berupa kerusakan atau pencemaranllingkungan dan budaya lokal akibat
kegiatan wisata.
b. Membangun
penghargaan dan penghargaan atas lingkungan dan budaya di destinasi wisata,
baik pada diri wisatawan, masyarakat lokal maupun pelaku wisata lainnya.
c. Menawarkan
pengalaman-pengalaman positif bagi wisatawan maupun masyarakat lokal melalui
kontak budaya yang lebih intensif dan kerjasama dalam pemeliharaan atau
konservasi ODTW.
d. Memberikan
keuntungan finansial secara langsung bagi keperluan konservasi melalui
kontribusi atau pengeluaran ekstra wisatawan.
e. Memberikan
keuntungan finansiall dan pemberdayaan bagi masyarakat lokal dengan menciptakan
produk wisata yang mengedepankan nilai-nilai lokal.
f. Meningkatkan
kepekaan terhadap situasi sosial, lingkungan dan politik di daerah tujuan
wisata.
g. Menghormati
hak asasi manusia dan perjanjian kerja, dalam arti memberikan kebebasan kepada
wisatawan dan masyarakat okal untuk menikmati atraksi wisata sebagai wujud hak
azasi, serta tunduk pada aturan main yang adil dan disepakati bersama dalam
pelaksaan transaksi-transaksi wisata.
PEMBAHASAN
Terumbu
karang yang merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan bawah laut juga
bisa dimanfaatkan dan menghasilkan dari segi ekonomis melalui pariwisata. Contoh
pemanfaatan terumbu karang untuk kebutuhan pariwisata adalah sebagai daya tarik
dalam melakukan aktiitas air berupa scuba
diving ataupun snorkeling. Namun,
dalam pemanfaaatanya tidak boleh terlalu berlebihan karena hal tersebut akan
menyebabkan ketidakseimbangan dan munculnya berbagai masalah seperti contohnya
yaitu polusi terutama polusi air. Polusi air yang dimaksud contohnya yaitu
sampah wisatawan, jumlah kunjungan yang terlalu banyak dalam waktu yang
bersamaan (mengganggu hewan-hewan laut yang tinggal ditempat tersebut), limbah
yang langsung menuju ke pantai tanpa adanya pengolahan dahulu, mencari ikan
dengan metode yang merusak seperti penggunaan bom, potasium, ataupun tangkad,
dll. Hal-hal inilah yang coba diterapkan disebuah desa di utara pulau Bali
yaitu Desa Pemuteran.
Desa
Pemuteran adalah sebuah desa yang letaknya di sebelah barat pulau Bali tepatnya
di Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng dengan batas-batas administrasi
sebagai berikut:
Batas Administrasi
|
|
Utara
|
Laut Bali
|
Barat
|
Desa Sumberkima
|
Selatan
|
Hutan Negara
|
Timur |
Desa Banyupoh
|
Sumber: Profile Desa Pemuteran Tahun 2017
Dan
berikut adalah jarak menuju Desa Pemuteran dari beberapa pintu masuk kedatangan
wisatawan:
Jarak Menuju Desa Pemuteran
|
||||
Dari
|
Nama
|
Jarak/ km
|
Waktu Tempuh
|
Keterangan
|
Ibukota Kecamatan
|
Gerokgak
|
18 km
|
30 menit bermotor
|
Terdapat Kendaraan Umum
|
Ibukota Kabupaten
|
Buleleng
|
57 km
|
1,5 jam bermotor
|
Terdapat Kendaraan Umum
|
Ibukota Provinsi
|
Bali
|
160 km
|
4 jam bermotor
|
Terdapat Kendaraan Umum
|
Bandar Udara
|
I Gusti Ngurah Rai
|
±5 jam bermotor
|
Terdapat Kendaraan Umum
|
|
Pelabuhan Laut
|
Celukan Bawang/ Gilimanuk
|
10 km/ 20 km
|
15 menit/ 20 menit bermotor
|
Terdapat Kendaraan Umum
|
Terminal Bus/ Angkot
|
Seririt
|
25 km
|
30 menit bermotor
|
Terdapat Kendaraan Umum
|
Stasiun Kereta Api
|
-
|
-
|
-
|
-
|
Sumber:Profile
Desa Pemuteran 2017
Memilki
teluk yang indah dan juga dikelilingi oleh gunung-gunung membuat Desa Pemuteran
menjadi sebuah destinasi pariwisata. Yang dimkasud sebagai destinasi pariwisata
dalam UU no.10 tahun 2009 adalah kawasan geografis yang berada dalam satu atau
lebih wilayah administratif yang didalamnya terdapat daya tarik wisata,
fasilitas umum, fasilitas pariwisata, aksesibilitas, serta masyarakat yang
saling terkait dan melengkapi terwujudnya kepariwisataan.
Dalam
membangun pariwisata regulasi baik nasional, regional, maupun lokal tentu
sama-sama memiliki tujuan yang positif dan meminimalisir dampak negatif. Dalam
Perda Bali no 16 tahun 2009 pasal 42, yang mencangkup kawasan lindung meliputi:
a. Kawasan yang memeberikan perindungan kawasn bawahnya; b. Kawasan
perlindungan setempat; c. Kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar
budaya; d. Kawasan rawan bencana alam; e. Kawasan lindung geologi; f. Kawasan
indung lainnya. Desa Pemuteran termasuk dalam kawasan suaka alam kategori
kawasan konservasi pesisir dan pulau-pulau kecil. Selain undang-undang
tersebut, dalam membangun pariwisata di Desa Pemuteran secara tidak langsung
masyarakat di tempat tersebut telah menerapkan pariwisata berbasis masyarakat
(Community Based Tourism). Hal ini dikarenakan meyakini bahwa dengan melibatkan
masyarakat akan menimbulkan rasa memiliki terhadap daerah mereka. Sesuai dengan
pengertian pariwisata berbasis masyarakat, menurut
Suansri (2003: 14), Community-Based Tourism merupakan pariwisata yang
memperhitungkan aspek keberlanjutan lingkungan, sosial dan budaya yang
menekankan pada masyarakat lokal (baik yang terlibat langsung dalam industri
pariwisata maupun tidak) dalam bentuk memberikan kesempatan dalam manajemen dan
pembangunan pariwisata yang berujung pada pemberdayaan termasuk dalam pembagian
keuntungan dari kegiatan pariwisata yang lebih adil bagi masyarakat lokal.
Sehigga dapat disimpulkan bahwa fokus dari pariwisata berbasiskan masyarakat
adalah untuk memberikan dampak positif pariwisata kepada masyarakat lokal
(National Seminar of Sustainable Tourism Development: 2009). Hal
tersebut melalui pelibatan masyarakat secara
aktif baik dalam membuat peraturan lokal (awig-awig) maupun dalam pelaksanaan
hal tersebut karena pada akhirnya masyarakatlah jugalah yang akan menjalankan
hasil dari keputusan bersama tersebut.
Peraturan Lokal/ Awig-awig Desa Pakraman Pemuteran
|
Dalam
peraturan tersebut tercangkup hasil kesepakatan Paruman Kelihan & Prajuru
Desa Pakraman Pemuteran, Perbekel Desa Pemuteran, Kelembagaan Desa Pakraman
Pemuteran, POKMASAWAS Pecalang Segara, dan Semua Pengurus Kelompok Nelayan
Se-Pemuteran untuk menjaga kondusifitas laut, darat, dan hutan agar tetep
lestari. Selain dari kesepakatan tersebut masyarakat Desa Pemuteran juga
menjunjung visi dan misi dari desa mereka.
Masyarakat
Desa Pemuteran adalah masyarakat yang sangat menjunjung tinggi visi dan misi
Desa Pemuteran (tahun 2011-2016) yaitu, “Terwujudnya Desa Pemuteran yang
Sejahtera Berbasis Pariwisata-Budaya yang Dijiwai Tri Hita Karana” dan juga
digagas oleh Bapak I Gusti Agung Prana mengalami perkembangan pesat dari yang
tadinya hanyalah sebuah desa terpencil biasa kini menjadi sorotan dunia karena
berhasil memenangkan perhargaan internasional yaitu dari UNWTO, Lonely Planet,
dsb. Sejalan dengan penghargaan-penghargaan yang telah diberikan maka tanggung
jawab yang harus diemban oleh Desa Pemuteran semakin besar pula untuk terus
menjaga dan mengembangkan sumber daya alam dan manusianya ke arah yang lebih
baik.
Sebelum
Desa Pemuteran mendapatkan banyak penghargaan baik nasional maupun internasional dan tekenal hingga ke mancanegara seperti
saat ini, Desa Pemuteran dulunya adalah desa yang kering jadi sangat
menyulitkan untuk bertani karena hanya ada beberapa tanaman yang bisa ditanam
seperti anggur, umbi-umbian, dll dan juga metode pencarian ikan masyarakat yang
mayoritas nelayan yaitu menggunakan bom dan potasium sehingga merusak teumbu
karang. Selain itu, Desa Pemuteran juga desa yang jauh dari keramaian. Didasari
hal tesebut pada tahun 1998,
Alm. Bapak Agung Prana melirik ada potensi yang bisa dikembangkaan terutama
gunung dan laut (nigara gunung) atau bisa diistilahkan seperti yinyang.
Melihat
adanya potensi tersebut mulailah dibuka hotel melati dibarengi dengan
konservasi terumbu karang dengan metode biorock. Perlahan-lahan Alm. Bapak
Agung Prana mempromosikan Desa Pemuteran dan membuat perareman atau rapat-rapat
kecil untuk menyadarkan masyarakat dalam mencari ikan agar tidak ada lagi yang
mencari dengan bom dan potasium. Selain Alm. Bapak Agung Prana ada juga orang
asing dari luar tepatnya Australia yaitu Bapak Chris Brown yang merupakan
owner/ director PT. Pemuteran Wisata Tirta (Reef Seen Divers Resort). Turut
sertanya Bapak Chris Brown dalam mengembangkan pariwisata di Desa Pemuteran
menarik para wisatawan untuk datang bahkan sebuah Web Travelling terkenal yaitu
Lonely Planet. Pada tahun 1992 Lonely Planet menawarkan diri untuk meliput Desa
Pemuteran dalam artikelnya namun belom siapnya masyarakatlah apabila terjadi
pariwisata secara massive yang menjadi pertimbangan Bapak Chris Brown. Sekitar
tahun 2000 dalam kurun waktu 8 tahun Alm. Bapak Agung Prana dan Bapak Chris
Brown beserta seluruh masyarakat pemuteran terus berbenah diri mengembangkan
keahlian di bidang pariwisata seperti diving, food & beverage, hotel, serta
konservasi terumbu karang dengan metode biorock.
Biorock adalah suatu proses teknologi deposit elektro mineral yang
berlangsung di dalam laut, biasanya disebut juga dengan teknologi akresi
mineral. Pada tahun 1974 teknologi ini dikembangkan oleh Prof. Wolf H.
Hilbertz, seorang arsitek berkebangsaan Jerman. Teknologi ini awalnya
dikembangkan untuk mendapatkan bahan bangunan jenis baru. Tetapi pada tahun
1988, Prof. Wolf H. Hilbertz bertemu dengan dengan Dr. Thomas J. Goreau,
seorang ahli ekologi karang dari AS. Mereka mendirikan GCRA (Global Coral Reef
Alliance) dan mulai melakukan riset untuk mengembangkan lagi teknologi biorock
dengan fokus pada perkembangbiakan, pemeliharaan dan restorasi terumbu karang
serta struktur proteksi pesisir.
Biorock bekerja menggunakan proses elektrolisis air laut, yaitu
dengan meletakkan dua elektroda di dasar laut dan dialiri dengan listrik
tegangan rendah yang aman sehingga memungkinkan mineral pada air laut
mengkristal di atas elektroda. Biorock dibentuk dengan menggunakan struktur
besi sebagai katoda dan karbon, timah atau titanium sebagai anoda. Saat dialiri
listrik, struktur biorock ini menimbulkan reaksi elektrolitik yang mendorong
pembentukan mineral di struktur katoda. Mineral yang mengendap adalah kalsium
karbonat dan magnesium hidroksida.
Cara kerja metode Biorock dalam rehabilitasi terumbu karang.
|
Berawal dari percobaan di Desa Pemuteran, keberhasilan penggunaan
metode biorock ini dilirik dan telah dikembangkan di berbagai lokasi di
Indonesia. Pulau seribu (Pulau Kotok, Pulau Pramuka, dan Pulau Sepa), Jawa
Timur, Maluku (Desa Halong), Sulawesi Utara (Pulau Gangga), Suawesi Selatan,
Sumba, dan Nusa Tenggara Barat (Gili Matra & Lombok).
Kondisi Terkini Terumbu
Karang di Desa Pemuteran
|
Dengan penggunaan metode biorock dan menjunjung tinggi visi &
misi Desa Pemuteran adalah dasar pengembangan pariwisata di
Desa Pemuteran. Dengan melibatkan masyarakat dan juga menerapkan pariwisata
berkelanjutan yaitu Ecotourism membuat
pariwisata di Desa Pemuteran tidak hanya menjual daya tarik pariwisata tapi
juga mengedukasi para wisatawan yang datang agar peduli terhadap lingkungan
agar tercipta kenyamanan bersama baik bagi warga setempat maupun turis-turis
yang datang ke Desa Pemuteran. Melalui hal tersebut, diharapkan terjadi
keselarasan antara manusia-Tuhan-Alam (Tri Hita Karana). Hingga saat ini hal
tersebut masih menjadi pegangan bagi masyarakat setempat dan pariwisata di Desa
Pemuteran terus berkembang dan diliat wisatawan bahwa pemuteran adalah tempat
yang aman dan nyaman untuk berkunjung sehingga wisatawan yang sebelomnya datang
akan kembali berkunjung bahkan membawa teman ataupun keluarga mereka.
KESIMPULAN
Memiliki sebuah metode pelestarian karang yang sangat unik yaitu dengan menggunakan aliran listrik DC dan kombinasi seni arsitektur bawah laut dari seniman lokal membuat Desa Pemuteran yang tadinya hanya desa terpencil biasa kini menjadi sorotan dunia. Didukung dengan regulasi baik nasional, regional, maupun lokal membuat Desa Pemuteran menjadi tempat berwisata yang aman dan nyaman bagi masyarakat dan setiap orang yang datang berkunjung. Selain itu, dengan diikutsertakannya masyarakat dalam setiap pengambilan keputusan membuat masyarakat terbangunlah jiwa memiliki bagi desanya. Karena setiap keputusan yang dibuat pada akhirnya yang akan menjalankan hal tersebut adalah masyarakat. Sebuah keberhasilan, menggabungkan sebuah metode pelestarian yang baik dan masyarakat yang mau terbuka serta menerima kemajuan yang terjadi pada desanya karena adanya pariwisata.
DAFTAR
PUSTAKA
J.Swabrooke.1998.Sustainable
Tourism Management.New York: CABI Publishing.
Damanik,
Janianton & Hellmut F. Weber.2006. Perencanaan Ekowisata dari Teori ke
Aplikasi. Yogyakarta: Andi
(https://ilmugeografi.com/ilmu-bumi/laut/terumbu-karang)
(https://ocean.si.edu/ocean-life/invertebrates/corals-and-coral-reefs)
(http://blog.sivitas.lipi.go.id/blog.cgi?isiblog&1145173011&&&1036008555&&1219212557&dhar001&1240293860
(https://www.iucnredlist.org/
https://www.iucnredlist.org/)
(https://www.dw.com/id/apa-itu-el-nino/a-17801255)
(https://www.dw.com/id/terumbu-karang-cegah-kerugian-negara-rp-56-trilyun-tahun/a-44193466
(https://populationmatters.org/the-facts/biodiversity)
(http://www.ourenvironment.info/coralcalamity.html)
(https://www.livingoceansfoundation.org/science/crown-of-thorns-starfish/)
(https://www.biorock-indonesia.com
UU
no.10 tahun 2009
Perda
Bali no.16 tahun 2009
Profil
Desa Pemuteran Kecamatan Gerokgak Tahun 2017